Akhirnya, Dearryk's come back! Perayaan Bulan Bahasa di sekolah saya sudah usai, sekarang saya harus bersiap menghadapi ujian semester 1, tapi itu masih beberapa minggu lagi. Jadi, untuk saat ini saya mau fokus belajar sambil ngeblog, seperti sebelum Bulan Bahasa.
Kemarin, saya sudah menulis tentang Mading ala Copassus yang didalamnya menceritakan perjalanan saya selama membuat mading 4 bahasa untuk mewakili kelas sepuluh satu. Nah, hari ini, 29 Oktober 2011 ada sebuah perlombaan yang sangat menarik perhatian saya, Musik Kontemporer (MK).
Untuk lomba musik kontemporer, kelas sepuluh satu diwakili oleh 14 orang dan membawakan 2 buah lagu yaitu, Ekspresi dan Laskar Pelangi. Awalnya, saya takut kalau kelas kami akan diledek oleh kelas lain. Tapi, ternyata teman-teman saya melakukannya dengan sangat baik dan berhasil memukau penonton. Khusus untuk @rezafarro dan @Gekk_Wulant, mereka juga ikut dalam musik kontemporer dan perannya tidak bisa dianggap remeh.
Perlombaan dimulai sekitar pukul 8.50 WITA dan kelas saya mendapat nomor undi 19. Untunglah saya seorang jurnalis sekolah, jadi saya mendapat tempat khusus di samping seorang juri. Tapi, saya diam (duduk) disana sampai pukul 11.45 WITA. Penantian yang sangat lama...
Tapi, penantian itu terbayar lunas dengan penampilan anak-anak Copassus (Sepuluh Satu) yang sangat memukau dan membuat kelas lain sempat terdiam. Oh ya, sebelum perlombaan sempat diadakan apel pagi. Dan kepala sekolah menyebut nama Copassus, sebuah hal yang membanggakan.
Cukup membahas sepuluh satunya, sekarang membahas perlombaan hari ini secara umum.
Hari ini adalah hari terakhir dalam merayakan Bulan Bahasa ke 83 di SMAN 1 Kuta Utara. Ada banyak perlombaan yang berlangsung hari ini diantaranya, Final Cerdas Cermat, Dharma Wacana, Pidato Bahasa Jepang, Nyurat Lontar dan Musik Kontemporer. Dan tentu saja, MK yang paling menarik perhatian.
Total ada 30 kelas yang tampil dengan gayanya masing-masing, aroma persaingan begitu terasa apalagi di tempat duduk penonton. Bahkan beberapa kelas sempat saling ejek, tapi itu adalah hal yang biasa. Tapi, lebih sering para penonton memberikan semangat bagi para peserta. Pokoknya suasana sangat meriah.
Kenapa saya begitu tertarik untuk menulis soal MK???
Musik Kontemporer adalah salah satu lomba dimana para siswa bisa berekspresi semau mereka tanpa ada peraturan yang terlalu mengingat, mereka bisa membuat aransemen yang seperti apapun. Dan yang lebih sadis lagi, ternyata hal itu bukannya membuat siswa berbuat seenaknya tapi malah membuat mereka sangat kreatif. Bahkan ada beberapa kelas yang membuat musik kontemporer seperti pertunjukan drama musikal, pokoknya seru abis!
Selain itu, lewat musik kontemporer para siswa bisa menunjukan bakatnya di bidang seni dan musik. Persaingan diantara para peserta juga memberikan warna lain dalam lomba musik kontemporer, setiap kelas berusaha memberikan yang terbaik dan berusaha menjadi juara.
Tapi, ada sebuah sisi kecil dari lomba musik kontemporer. Sebagai salah satu lomba paling bergengsi di Bulan Bahasa, tentunya para peserta yang mengikutinya akan terbawa emosi selama latihan atau persiapan. Saat pentas, mereka melupakan segala emosi dan hanya mengalir seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah pentas, haru bercampur bahagia muncul di belakang panggung karena perjuangan mereka tidak sia-sia. Sebuah nilai kebersamaan yang didapat dari emosi berhasil dikendalikan.
Kapan-kapan, saya akan upload foto-foto Bulan Bahasa 2011.
Kemarin, saya sudah menulis tentang Mading ala Copassus yang didalamnya menceritakan perjalanan saya selama membuat mading 4 bahasa untuk mewakili kelas sepuluh satu. Nah, hari ini, 29 Oktober 2011 ada sebuah perlombaan yang sangat menarik perhatian saya, Musik Kontemporer (MK).
Untuk lomba musik kontemporer, kelas sepuluh satu diwakili oleh 14 orang dan membawakan 2 buah lagu yaitu, Ekspresi dan Laskar Pelangi. Awalnya, saya takut kalau kelas kami akan diledek oleh kelas lain. Tapi, ternyata teman-teman saya melakukannya dengan sangat baik dan berhasil memukau penonton. Khusus untuk @rezafarro dan @Gekk_Wulant, mereka juga ikut dalam musik kontemporer dan perannya tidak bisa dianggap remeh.
Perlombaan dimulai sekitar pukul 8.50 WITA dan kelas saya mendapat nomor undi 19. Untunglah saya seorang jurnalis sekolah, jadi saya mendapat tempat khusus di samping seorang juri. Tapi, saya diam (duduk) disana sampai pukul 11.45 WITA. Penantian yang sangat lama...
Tapi, penantian itu terbayar lunas dengan penampilan anak-anak Copassus (Sepuluh Satu) yang sangat memukau dan membuat kelas lain sempat terdiam. Oh ya, sebelum perlombaan sempat diadakan apel pagi. Dan kepala sekolah menyebut nama Copassus, sebuah hal yang membanggakan.
Cukup membahas sepuluh satunya, sekarang membahas perlombaan hari ini secara umum.
Hari ini adalah hari terakhir dalam merayakan Bulan Bahasa ke 83 di SMAN 1 Kuta Utara. Ada banyak perlombaan yang berlangsung hari ini diantaranya, Final Cerdas Cermat, Dharma Wacana, Pidato Bahasa Jepang, Nyurat Lontar dan Musik Kontemporer. Dan tentu saja, MK yang paling menarik perhatian.
Total ada 30 kelas yang tampil dengan gayanya masing-masing, aroma persaingan begitu terasa apalagi di tempat duduk penonton. Bahkan beberapa kelas sempat saling ejek, tapi itu adalah hal yang biasa. Tapi, lebih sering para penonton memberikan semangat bagi para peserta. Pokoknya suasana sangat meriah.
Kenapa saya begitu tertarik untuk menulis soal MK???
Musik Kontemporer adalah salah satu lomba dimana para siswa bisa berekspresi semau mereka tanpa ada peraturan yang terlalu mengingat, mereka bisa membuat aransemen yang seperti apapun. Dan yang lebih sadis lagi, ternyata hal itu bukannya membuat siswa berbuat seenaknya tapi malah membuat mereka sangat kreatif. Bahkan ada beberapa kelas yang membuat musik kontemporer seperti pertunjukan drama musikal, pokoknya seru abis!
Selain itu, lewat musik kontemporer para siswa bisa menunjukan bakatnya di bidang seni dan musik. Persaingan diantara para peserta juga memberikan warna lain dalam lomba musik kontemporer, setiap kelas berusaha memberikan yang terbaik dan berusaha menjadi juara.
Tapi, ada sebuah sisi kecil dari lomba musik kontemporer. Sebagai salah satu lomba paling bergengsi di Bulan Bahasa, tentunya para peserta yang mengikutinya akan terbawa emosi selama latihan atau persiapan. Saat pentas, mereka melupakan segala emosi dan hanya mengalir seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah pentas, haru bercampur bahagia muncul di belakang panggung karena perjuangan mereka tidak sia-sia. Sebuah nilai kebersamaan yang didapat dari emosi berhasil dikendalikan.
Kapan-kapan, saya akan upload foto-foto Bulan Bahasa 2011.