Siapa sih yang tidak kenal dengan pulau kecil di selatan Indonesia yang disebut Bali? Tahun ini, Bali sedang berpesta. Sebuah pesta besar yang dirayakan semua orang yang tinggal di Bali, sebuah pesta yang bisa menentukan nasib Bali selama 5 tahun ke depan. Yaps, pesta demokrasi alias Pemilihan Gubernur.
Bahkan sebelum pengumuman calon gubernur dan wakil gubernur, ada banyak sekali baliho yang menghiasi sudut desa dan kota di Bali. Apalagi, sekarang ini, hanya 2 minggu menuju hari pemilihan. Jumlah baliho yang ada di pinggir jalan makin bertambah banyak, ukurannya mulai dari hanya selebaran hingga sebesar bus.
Kira-kira selama sebulan ke depan, Bali akan memiliki julukan baru yaitu "Pulau 1000 Baliho".
Sebenarnya sih nggak ada masalah dengan baliho yang jumlahnya banyak dan ukurannya besar-besar. Apalagi sebagian besar dari baliho tersebut juga "ditumpangi" oleh beberapa tokoh yang akan nyaleg pada 2014 mendatang. Baik ditingkat DPRD Kabupaten atau DPRD Propinsi.
Kenapa tidak masalah? Namanya juga kampanye, setiap tim sukses dan simpatisan calon pasti melakukan berbagai hal untuk memperkenalkan calon jagoannya kepada banyak orang.
Menjadi masalah, setelah pasca-pemilihan nanti, apakah semua baliho tersebut akan menghilang begitu saja? Ehm...
Memang sih ada yang namanya masa tenang setelah kampanye dan sebelum pemilihan dimana semua atribut kampanye harus dihilangkan dari muka bumi. Tapi, apakah demikian??
Coba saya bercermin keluar, ya anggaplah ke Jakarta dengan Jokowi sebagai Gubernurnya sekarang. Pada masa kampanye, memang sih Jokowi masih menggunakan baliho, itu tidak bisa dipungkiri. Tapi, tim sukses-nya berusaha berinovasi dengan banyak hal seperti Youtube, Twitter dan Facebook. Belum lagi, game di platform Android.
Sementara di Bali, masih terkesan sangat konvensional yaitu dengan baliho (bahkan berukuran besar). Memang dikira orang Bali tidak kenal dengan 2 tokoh yang menjadi calon sekarang ini?? Memangnya orang Bali ketinggalan informasi apa. Belum lagi para pemilih pemula (baru berusia 17 tahun) yang setiap hari pasti mendapat informasi terbaru.
Memang sih 2 calon tersebut punya akun-akun yang mendukung, tapi entah merupakan akun resmi atau hanya buatan simpatisan. Sayang, pada akhirnya akun tersebut berakhir abu-abu dan tidak jelas. Bahkan hanya terkesan latah dari strategi yang berhasil diterapkan di luar Bali.
Akun-akun tersebut hanya berisikan keunggulan calon jagoannya dan sama sekali tidak bisa menyampaikan visi dan misi para calon. Padahal, lewat media sosial banyak sekali calon pemilih pemula yang bisa terjaring.
Saya sedikit mengutip dari artikel di BaleBengong.net - Baliho Politisi Mengotori Jalanan Bali (http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2013/03/27/baliho-politisi-mengotori-jalanan-bali.html)
"Pada akhirnya, jika diamati, Pilkada Bali ini seperti kisah-kisah sebelumnya. Hanya mengetengahkan ideologi pribadi-pribadi, bukan ideologi partai juga bukan ideologi �rakyat� tetapi sebuah perebutan jabatan. Hanya membebani kehidupan masyarakat. Padahal sudah jelas kelak, ketika usai dilantik apakah rakyat akan dimudahkan oleh posisi jabatan itu?"
"Karena itu, harapan itu cuma satu tolong tampil dengan gaya berbeda dengan strategi yang mencerahkan masyarakat walau kelak tak bisa menuntaskan masalah-masalah di Bali. Minimal strategi kampanye itu, sebagai wilayah yang diamati, dapat menginspirasi dunia politik nasional yang muram itu. Para cagub seharusnya berani mengajukan �diferensiasi� dalam program, mengambil posisi berbeda, kemudian mengelola aktivis kaki untuk tidak terjebak gaya fashion baliho, dst."
Walaupun kali ini saya belum bisa memilih dan harus menungg 5 tahun lagi, tapi saya berharap Pilkada mendatang bisa lebih GREGET dari yang sekarang. Bukan lagi pertarungan memperebutkan jabatan atau menjanjikan kesehatan dan pendidikan. Bali perlu sesuatu yang lebih dari sekedar itu.
Biarlah saat ini Bali menjadi Pulau 1000 Baliho, asalkan suatu hari nanti sudah jelas Bali akan dibawa kemana, bahkan ke arah yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar